Setiap manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki hati dan perasaan. Setiap pemilihan diksi kalimat yang tidak tepat ataupun pemilihan kosa kata yang salah dalam berujar akan berimplikasi pada nuansa kebatinan yang lelah. Apalagi jika ucapan tersebut keluar dari para pemimpin, baik yang duduk di eksekutif, legislatif ataupun yudikatif. Bercermin dari kasus terakhir yang sedang ramai di tengah masyarakat, yaitu saat komisi I DPR menggelar RDP dengan pimpinan TNI. Nampaknya ada anggota DPR yang salah dalam memilih diksi, atau mungkin memang minim penguasaan 'kosa kata' sehingga menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Anggota DPR memang memiliki kekebalan hukum (hak imunitas) terkait apa yang ia sampaikan saat melaksanakan pekerjaannya. Namun demikian, sebaiknya tetap menjaga kesantunan dalam menyampaikan narasi agar tidak blunder dan kontra produktif.
Jarak antara fikiran dan lisan itu memang sangat dekat, sehingga terkadang gerak lisan lebih cepat dari olah fikir.
Mungkin maksudnya bukan untuk menghina, tetapi publik sudah terlanjur banyak yang kecewa, jengkel dan marah. Untuk itu, kejadian tersebut hendaknya menjadi pelajaran buat semua terutama para pemimpin atau 'wakil rakyat' agar mampu menyampaikan narasi yang santun dan memilih kosa kata yang tepat dalam berucap.
Bangsa ini sudah sangat lelah dengan berbagai kontroversi yang tidak produktif, dimana energi bangsa terbuang percuma akibat perselisihan sesama anak bangsa.
Apalagi biaya yang diperlukan untuk memperbaiki nuansa keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara juga pasti tidak sedikit.
Bahkan terkadang bisa muncul korban dari elemen bangsa yang tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, marilah kita semua untuk selalu berhati-hati dalam berucap apalagi ketika disampaikan di muka umum dan di forum yang mulia.
Terkait dengan hal tersebut, agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan maka disarankan agar pak Efendi Simbolon sebaiknya meminta maaf secara terbuka kepada saudara -saudara kita di TNI yang tersinggung dan sangat kecewa dengan ucapan yang menganalogikan TNI seperti gerombolan atau ormas.
Terlepas dari perasaan diri merasa benar atau salah, tapi harmoni kebangsaan untuk kepentingan yang lebih besar harus kita jaga.
Kita semua bersaudara, mari kita kedepankan aji rasa untuk saling menjaga dan melindungi demi persatuan dan kesatuan. Tantangan bangsa ke depan tidak sederhana, tetapi semakin berat dan serius. Oleh karenanya mari bersama -sama untuk saling mengingatkan dengan penuh kesantunan yang merupakan ciri khas dan jati diri bangsa. Semoga Indonesia tambah maju dan jaya dan tetap dalam bingkai NKRI.