Foto, Dede Farham Aulawi saat menyampaikan perlunua langkah antisipatif mencegah ledakan dahsyat seperti di Beirut, Lebanon.
SPIRITNEWS.COM.- Di tengah fokus dunia pada penanganan pandemi covid 19 yang terus tumbuh angka penularannya, dunia juga dikagetkan oleh peristiwa ledakan besar yang terjadi di Kota Beirut- Lebanon, Selasa (4/8).
Akibat ledakan besar tersebut menyebabkan sebagian Kota Beirut mengalami kerusakan parah, puluhan koban dikabarkan meninggal dunia dan ada ribuan orang yang mengalami luka.
Jumlah korban tentunya akan terus berubah seiring dengan langkah – langkah mitigasi yang dilakukan oleh otoritas setempat.
Adapun sumber ledakan merujuk pada pernyataan Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab diduga berasal dari gudang penyimpanan pupuk amonium nitrat yang berada di kawasan pelabuhan. Dimana dalam gudang tersebut ada sekitar 2.750 ton amonium nitrat yang tersimpan selama bertahun-tahun.
Amonium nitrat (NH4NO3) adalah padatan kristal putih yang bisa larut secara alami, yang saat ini lebih dikenal sebagai saltpetre.
Terkait hal tersebut, media melakukan perbincangan dengan Pemerhati Keselamatan Bahan Peledak Dede Farhan Aulawi di Jakarta, Rabu (5/8).
Menurutnya, amonium nitrat sebagian besar digunakan dalam pertanian sebagai pupuk nitrogen tinggi karena harganya relatif murah untuk diproduksi.
Pada umumnya setiap negara memiliki peraturan sendiri untuk mengontrol penyimpanannya guna memastikan keamanannya.
Di samping itu, karena biayanya yang relatif murah dan ketersediaan mudah untuk didapatkan, maka amonium nitrat ini kadangkala digunakan juga sebagai bahan baku untuk pembuatan bom.
Tentu juga membutuhkan detonator dan bahan bakar. Saat energi gelombang detonasi menyebabkan amonium nitrat menguap dan menjadi gas dalam sekejap, maka molekul amonium dan nitrat akan terurai, dan membentuk sejumlah besar gas oksigen.
Gas inilah yang mendorong ledakan. Pelepasan oksigen yang cepat, bersama dengan energi dari gelombang detonasi, menyalakan bahan bakar.
Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa dari peristiwa tersebut harus diambil hikmahnya agar tidak terjadi peristiwa yang sama di Indoneia.
Hal ini senafas dengan apa yang sering ia sampaikan mengenai pentingnya penerapan Safety Management System dalam berbagai aspek kehidupan, utamanya dalam berbagai aktivitas yang memiliki tingkat resiko bahaya yang tinggi.
Dari setiap peristiwa insiden/ kecelakaan seperti itu, biasanya terkait dengan dua hal yaitu masalah human error (human behavior) dan penerapan standar serta SOP terkait gudang penyimpanan bahan – bahan yang memiliki sifat eksplosif. Human error pada umumnya memberikan kontribusi sekitar 80% atas setiap peristiwa kecelakaan yang terjadi. Ujar Dede yang juga seorang pakar Human Factors ini.
Lebih lanjut Dede juga menjelaskan tentang Pedoman Teknis Amunisi Internasional (International Ammunition Technical Guidelines/ IATG) yang menguraikan hal – hal yang terkait dengan otoritas dan standar nasional pengendalian bahan peledak.
Selain membuat proses lebih mudah, pengembangan standar nasional berdasarkan IATG ini juga menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko dan manajemen kualitas ke dalam sistem dan organisasi yang terlibat.
IATG dikembangkan oleh PBB atas keputusan yang diambil dalam Sidang Umumnya terkait UN SaferGuard Programme.
Program ini terus berlanjut dan dinyatakan sesuai dengan the International Organization for Standardization (ISO) standards and guides, dan juga the International Mine Action Standards (IMAS), Integrated Disarmament, Demobilization and Reintegration Standards (IDDRS) serta Modular Small-arms-control
Implementation Compendium (MOSAIC). Beberapa contoh klausul yang tertuang dalam konvensi internasional ini, adalah IATG 05.10 – Planning and siting of explosive facilities, IATG 05.40 – Safety standards for electrical installations, IATG 06.10 – Control of explosive facilities, IATG 06.30 – Storage and handling, dan IATG 06.50 – Specific safety precautions, serta banyak lagi regulasi internasional yang terkait hal ini. Misalnya saja, References for ammunition and explosive licenses AFMAN 91-201, explosives Safety Standards AR 190-11, Physical Security of Ammunition and Explosives DA PAM 385-64, Ammunition and Explosives Safety Standards DoD 6055.09-STD, DOD Ammunition and Explosives Safety Standards JBERI 32-2001, QASAS Review and Validation 384-7375 dan Weapons Safety 552-6833. Peraturan – peraturan tersebut bisa dijadikan rujukan untuk membuat standar nasional dalam rangka mencegah dan meminimalisir kemungkinan terjadinya ledakan akibat human error.
Di samping itu ada juga hal – hal yang terkait dengan panduan untuk membantu pemenuhan kebijakan, kode, dan peraturan yang berkaitan dengan cara mendapatkan amunisi dan lisensi bahan peledak (Ammunition and Explosives/ AE). Sebut saja ketentuan yang terkait dengan Fire Extinguisher, Flammable Storage, Electrical Safety maupun Schedulled Inspection.
Lokasi penyimpanan bahan peledak berlisensi diatur dengan persyaratan yang diuraikan oleh AFMAN 91-201.
Kemudian Dede juga menyampaikan pandangan terkait Badan yang berwenang (Regulatory Body) sebagai badan pengawas untuk melindungi publik, seperti menyediakan dan menegakkan standar yang memadai untuk kesehatan dan keselamatan.
Contoh di AS ada Badan pengatur bahan peledak yaitu Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Bahan Peledak (U.S. Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms and Explosives /ATF) dan Dewan Keselamatan Bahan Peledak Departemen Pertahanan (Department of Defense Explosives Safety Board /DDESB).
Di Inggeris ada Otoritas Keselamatan Pertahanan (Defence Safety Authority /DSA).
“ Dengan demikian, ada banyak pekerjaan rumah bagi kita untuk terus mengkampanyekan tentang urgensi penerapan protokol keselamatan yang berkaitan dengan tempat penyimpanan amunisi dan bahan peledak ini secara nasional.
Misalnya siapa yang memiliki kewenangan untuk mengontrol dan memeriksa berbagai gudang amunisi dan bahan peledak, atau bahan – bahan lain yang berbahaya sehingga keamanan dan keselamatan publik bisa lebih terjaga.
Oleh karena itu sekali lagi, disamping kita menyampaikan rasa duka cita pada saudara – saudara kita yang tertimpa musibah di Beirut, sekaligus harus menjadi cermin agar kita sigap dan trengginas melakukan berbagai upaya untuk mencegah kemungkinan hal yang sama terjadi di Indonesia “, pungkas Dede mengakhiri perbincangan. (*/Dfa).