Foto, Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farham Aulawi,
dengan Kepala Desa beserta para pengrajin, Ulat Sutera Tasikmalaya.
ONLINE-SPIRIT.COM.- “ Ruang lingkup pariwisata sesungguhnya sangat luas, tergantung mind set dan persepsi umum dalam mendeskripsikan konsep dasar wisata itu sendiri, di mata Prawita GENPPARI, konsep pengembangan kepariwisataan harus berbasis kreativitas untuk menghasilkan produk unggulan.
Foto, Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farham Aulawi,
dengan Kepala Desa beserta para pengrajin, Ulat Sutera Tasikmalaya.
Sesuatu yang seperti BUKAN wisata, harus dikemas menjadi produk kreatif
kepariwisataan. Wisata jangan lagi dipandang sebagai kegiatan konsumtif
yang hanya “membuang uang”, karena saat formula pemodelannya dikemas
lebih kreatif justeru akan semakin produktif untuk memberikan “value”
sebagaimana dinamika terobosan – terobosan inovatif yang selalu
dikembangkan GENPARI dalam memajukan pariwisata Indonesia “, ujar Dede
Farhan Aulawi selaku Ketua Umum Prawita GENPPARI saat dihubungi media
melalui sambungan selulernya di Tasikmalaya, Sabtu (20/6).
Termasuk ketika Tim Prawita GENPPARI meninjau dan berdialog langsung dengan para pengrajin ulat sutera di Desa Cipondok Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya. Dari dialog tersebut ada banyak informasi yang bisa dirumuskan untuk mereformulasi permasalahan serta upaya untuk mengatasinya. Apalagi ketika melihat semangat yang ditunjukan oleh Kepala Desa beserta para pengrajin yang secara sungguh – sungguh ingin mengembalikan kejayaan yang pernah diraih sebelumnya.
Mungkin banyak orang yang belum tahu tentang budidaya ulat sutera yang mampu menghasilkan bahan dasar untuk membuat kain sutera. Terlebih ketika mendengar kata “ulat”, mungkin sebagian orang merasa takut atau geli.
Tapi tidak demikian dengan semangat yang dimiliki para pengrajin ulat sutera dalam mewujudkan mimpi untuk membuat kain sutera dengan kualitas terbaiknya. Tak hanya keajaibannya menghasilkan serat benang sutra yang indah dan kuat, ulat ini mengajarkan soal kemampuan adaptasi dan keseimbangan kehidupan. “Kehidupan baru setelah kematian”.
Adapun bibit ulat sutera berupa telur selama ini didatangkan dari Sopeng, karena tak setiap pembudidaya bisa membibit sendiri dengan alasan menjaga kualitas dan mencegah penyakit atau belum tahu teknik pembudidayaannya, termasuk sarana prasarana laboratorium pembibitan.
Pertumbuhan setelah telor menetas menjadi ulat kecil, lalu tumbuh makin besar sampai berganti kulit. Mereka terus makan daun murbei dengan lahap sampai metamorfosis menjadi kepompong. Dalam tahap ini ulat tak makan daun lagi
Termasuk ketika Tim Prawita GENPPARI meninjau dan berdialog langsung dengan para pengrajin ulat sutera di Desa Cipondok Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya. Dari dialog tersebut ada banyak informasi yang bisa dirumuskan untuk mereformulasi permasalahan serta upaya untuk mengatasinya. Apalagi ketika melihat semangat yang ditunjukan oleh Kepala Desa beserta para pengrajin yang secara sungguh – sungguh ingin mengembalikan kejayaan yang pernah diraih sebelumnya.
Mungkin banyak orang yang belum tahu tentang budidaya ulat sutera yang mampu menghasilkan bahan dasar untuk membuat kain sutera. Terlebih ketika mendengar kata “ulat”, mungkin sebagian orang merasa takut atau geli.
Tapi tidak demikian dengan semangat yang dimiliki para pengrajin ulat sutera dalam mewujudkan mimpi untuk membuat kain sutera dengan kualitas terbaiknya. Tak hanya keajaibannya menghasilkan serat benang sutra yang indah dan kuat, ulat ini mengajarkan soal kemampuan adaptasi dan keseimbangan kehidupan. “Kehidupan baru setelah kematian”.
Adapun bibit ulat sutera berupa telur selama ini didatangkan dari Sopeng, karena tak setiap pembudidaya bisa membibit sendiri dengan alasan menjaga kualitas dan mencegah penyakit atau belum tahu teknik pembudidayaannya, termasuk sarana prasarana laboratorium pembibitan.
Pertumbuhan setelah telor menetas menjadi ulat kecil, lalu tumbuh makin besar sampai berganti kulit. Mereka terus makan daun murbei dengan lahap sampai metamorfosis menjadi kepompong. Dalam tahap ini ulat tak makan daun lagi
Foto, Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farham Aulawi,
dengan Kepala Desa beserta para pengrajin, Ulat Sutera Tasikmalaya.Sejumlah kokon yang disiapkan jadi indukan akan melakukan hal menakjubkan untuk jadi larva dan bertelur. Ulat melubangi kokon persis di titik dimulainya serat pertama diproduksi. Beda dengan ulat yang bermetamorfosis jadi kupu-kupu, ulat sutra tidak jadi kupu-kupu. Dari 10 kg kokon/kepompong saat dipintal menjadi 1 kg benang.
Perlu diingat juga bahwa keberhasilan kegiatan pengrajin sutera sangat ditentukan oleh kegiatan budi daya tanaman murbei (Morus spp). Oleh karena itu antusiasme petani tanaman murbei akan menjadi kata kunci untuk menjaga kontinuitas produk.
Namun hal ini tentu tidak mudah seperti membalikan telapak tangan, karena memerlukan ketekunan dalam melakukan sosialisasi agar warga mau memanfaatkan setiap jengkal lahan yang ada secara produktif dan tepat guna.
Dengan demikian, salah satu alternatif langkah yang bisa diambil dengan mengembangkan tanaman murbei hibrid hasil persilangan yang memiliki produksi daun yang tinggi, sehingga jumlah ulat sutera yang dipelihara harus disesuaikan dengan produksi daun yang tersedia.
“ Untuk menjaga kontinuitas produksi, pada kesempatan tersebut Prawita GENPPARI menyampaikan saran – saran perbaikan baik instrumen struktural keorganisasian, maupun intrumen teknis menyangkut tata kelola manajemen profesional berbasis kualitas SDM. GENPPARI tentu mendukung upaya penuh untuk mengembalikan kejayaan para pengrajin ulat sutera tersebut, dan juga tentu memberikan pendampingan pemikiran dalam melakukan inovasi terhadap berbagai persoalan yang ada “, pungkas Dede mengakhiri perbincangan. (*/DF).