Foto, Mendes PDTT bersama Mensos mendampingi Menko PMK,
saat memberikan keterangan pers, Pada Hari Jumat Tanggal 8/5/2020.
Sementara pada kesempatan tersebut, yang bidang kesehatan dalam bentuk Desa Tanggap Covid-19, di dalamnya mengatur pembentukan relawan Desa lawan Covid-19 dengan semangat gotong royong, ujar Mendes PDTT saat memberikan keterangan pers, Pada Hari Jumat Tanggal 8/5/2020.
Kemudian yang jaring pengaman sosial ketahanan ekonomi, menurut Abdul Halim, dalam bentuk Padat Karya Tunai Desa dan dikeluarkan dalam bentuk SE nomor 8 tahun 2020 serta SE nomor 11 tahun 2020.
“Perjalanan berikutnya, Bapak Presiden sebagai wujud komitmen perhatian beliau terhadap rakyat, maka Dana Desa diperintahkan untuk direalokasi untuk digunakan Bantuan Langsung Tunai,” imbuh Mendes PDTT.
Karena bentuknya realokasi, lanjut Mendes PDTT, dan Permen-Permen yang lama belum mengatur tentang Bantuan langsung Tunai maka Kementerian Desa melakukan revisi Permendes nomor 11 menjadi Permendes nomor 6 tahun 2020.
Terkait dengan BLT Dana Desa, menurut Abdul Halim, sasarannya adalah warga miskin yang kehilangan mata pencaharian karena Covid-19 dan belum mendapat apapun dari kebijakan pemerintah.
“Jadi belum dapat PKH, belum dapat Bantuan pangan Non Tunai dan segala bentuk kebijakan jaring pengaman sosial yang ada. Itu sasaran BLT Desa,” jelas Mendes PDTT.
Ditambahkan di sana, lanjut Mendes PDTT, adalah keluarga yang memiliki keluarga rentan sakit menahun atau sakit kronis.
“Kenapa ini dimasukkan? Karena kedekatan antara Covid-19 dengan penyakit-penyakit menahun, seperti darah tinggi, gagal ginjal, jantung, dan seterusnya. Itulah makanya di dalam indikator dimasukkan sebagai salah satu faktor penerima,” jelas Abdul Halim.
Menurut Mendes PDTT, yang melakukan pendataan adalah relawan Desa Lawan Covid-19 yang sudah dibentuk oleh Kepala Desa dan diketuai langsung oleh Kepala Desa.
Basis pendataannya, menurut Abdul Halim, adalah RT/Rukun Tetangga, masing-masing RT diupayakan minimal di data oleh 3 orang relawan desa.
“Kenapa 3 orang? Karena ini pendataan baru, meskipun merujuk pada DTKS tetapi yang didata adalah mereka keluarga miskin akibat kehilangan mata pencaharian, maka dibutuhkan pendefinisian miskin,” ungkap Mendes PDTT.
Pendefinisian miskin, menurut Mendes PDTT, kalau dipikir indikator terlalu rumit tidak akan bisa ketemu, maka indikatornya adalah mereka yang miskin akibat kehilangan mata pencaharian.
“Pendataan dilakukan oleh tiga orang supaya ada kesepahaman antar lebih dari satu orang bahwa keluarga itu miskin,” tandas Abdul Halim.
Kalau sudah disepakati oleh tiga orang pendata, sambung Mendes PDTT, dimana 3 orang pendata itu adalah warga RT itu pasti sangat paham tentang karakteristik warga di RT itu.
Tahapan terkait dengan pendataan, menurut Abdul Halim, dimulai dari tingkat RT oleh relawan Desa lawan Covid-19 dibawa ke forum yang namanya musdesus/musyawarah desa khusus untuk melakukan verifikasi dan validasi.
“Ini penting supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa tidak diajak di dalam membahas dan memutuskan siapa sih yang berhak menerima BLT desa, setelah disepakati di musdesus barulah ditetapkan oleh Kepala Desa,” ujarnya.
Ini juga, sambung Mendes PDTT, dalam upaya memberikan ruang bagi kepala desa supaya tidak menjadi tumpuan kesalahan ketika ada pendataan- pendataan yang kurang akurat.
Setelah di tingkat desa selesai, Mendes PDTT sampaikan maka data tadi dibawa ke kabupaten agar terjadi sinkronisasi, sehingga harapannya adalah dengan dilakukan sinkronisasi di kabupaten, (maka) tidak ada lagi yang namanya overlapping.
“Karena apapun yang dalam konteks bantuan sosial atau bantuan langsung tunai itu kuncinya 2, yang pertama adalah kecukupan, yang kedua ketepatan sasaran. Dua hal ini tidak boleh ditinggalkan, insyaallah kalau dua hal ini terpenuhi, selesai.