Oleh : Dede Farhan Aulawi
Pemerhati Pangan di Indonesia.
Pembangunan adalah sebuah keniscayaan untuk dihentikan, Pembangunan akan terus berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan umat manusia karena peningkatan jumlah populasi yang semakin meningkat setiap saat, dimana jumlah pertambahan penduduk dunia berada di kisaran 73 juta jiwa setiap tahunnya.
Pertumbuhan jumlah penduduk ini sudah barang tentu perlu adanya stabilisator dalam menjaga kebutuhan pangan, padahal di saat yang bersamaan justeru luas lahan pertanian semakin menyempit karena akses pembangunan itu sendiri.
Lihat saja bagaimana lahan – lahan produktif pertanian terus berkurang sebagai akibat masifnya pembangunan infrastruktur jalan, pabrik – pabrik, perumahan, dan infrastruktur lainnya.
Inilah sebuah refleksi perenungan yang harus diikuti oleh langkah – langkah konkrit dalam mengantisipasinya.
Inilah substansi pemikiran yang digagas oleh Para Penggerak Ketahanan Pangan Nasional (Paket Panas) yang dinahkodai oleh Pemerhati Pangan Dede Farhan Aulawi dan Abah Eko.
Di berbagai kesempatan mereka selalu mengingatkan akan kemungkinan terjadinya krisis pangan, baik dalam skala nasional ataupun internasional. Ketika dihubungi media di Bandung, Minggu (16/2).
Dede Farhan Aulawi menjelaskan bahwa berbicara krisis pangan ini hanya soal waktu saja, karena sebuah konsekuensi logis dari peningkatan jumlah penduduk (demand), sementara lahan pertanian (supply) semakin menyempit.
Dulu Indonesia pernah mengalami apa yang disebut swasembada pangan, hingga Presiden Soeharto diberi kesempatan untuk berbicara di gedung PBB terkait ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.
Namun berselang tidak terlalu lama, ternyata Indonesia sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri, sehingga harus melakukan import dari beberapa negara yang masih mengalami surplus pangan. Persoalannya mau sampai kondisi seperti ini bisa bertahan ?
Negara – negara yang saat ini masih bisa mengirim kebutuhan pangan ke Indonesia, suatu waktu mereka pun mengalami hal yang sama dengan Indonesia, sehingga kebijakan pemerintahnya pasti akan memprioritaskan untuk memenuhi kecukupan pangan dalam negerinya sendiri.
Pada saat ini, keberadaan supply pangan mulai mengalami krisis karena keterbatasan jumlah pangan yang tersedia, maka kaidah hukum ekonomi akan berlaku. Saat supply sangat terbatas, sementara demand sangat besar maka harga pangan bisa melejit naik.
Bahkan tidak sedikit para ahli yang memprediksi harga beras bisa melebihi harga emas.
“ Dalam kondisi seperti itu, sebagian orang yang masih memiliki daya tahan finansial mungkin masih bisa bertahan karena masih mampu membeli pangan dengan harga yang mahal sekalipun.
Tapi bagaimana dengan sebagian besar masyarakat yang tak mampu ? apa yang akan terjadi ?“ ujar Dede.
Kelaparan dan gizi buruk bisa terjadi di banyak tempat, dan boleh jadi angka kriminalitas akan meningkat.
Boleh jadi peperangan di masa depan bukan lagi memperebutkan ladang minyak atau gunung emas, melainkan saling memperebutkan segenggam nasi sebagai penggganjal rasa lapar yang sudah akut. Demi merebut sesuap nasi, boleh jadi orang akan saling membunuh.
Hal inilah yang harus diantisipasi dari sekarang agar hal tersebut bisa dihindarkan.
Kemudian Dede juga mengatakan bahwa dengan merujuk pada definisi dari Food and Agriculture Organization (FAO), ketahanan pangan adalah satu situasi di mana semua orang memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif.
Jadi menurut definisi ini, ada dua hal yang ditekankan, yaitu kecukupan jumlah pangan dan gizi pangan itu sendiri. Padahal di saat krisis mulai terjadi, jangankan berfikir gizi, sebab untuk bisa kenyang saja sudah untung.
Kondisi ini juga tentu akan dipengaruhi oleh perubahan iklim yang terus berubah hampir tidak terkendali, dan menyebabkan kenaikan suhu, cuaca ekstrem dan perubahan iklim yang berpengaruh juga pada perubahan masa tanam dan masa panen, bahkan bisa terjadi gagal panel yang akan memicu percepatan krisis pangan tersebut.
Kita juga bisa belajar dari krisis pangan yang pernah terjadi di Yunani dan Romawi. Sampai – sampai seluruh penduduknya secara khusus berdoa kepada dewa untuk meminta pangan. Penduduk miskin memakan anjing, kucing, atau burung mati yang jatuh.
Itulah masa krisis pangan yang mengakibatkan kelaparan parah. Tahun 1315 hingga 1317, Eropa mengalami kelaparan yang kemudian disebut sebagai the great famine.
“ Untuk itulah Paket Panas lahir dari sebuha kesadaran yang terdalam, ingin menyelematkan bumi dari kemungkinan terjadinya krisis pangan.
Langkah – langkah konkrit yang dilakukan adalah melakukan terobosan – terobosan inovasi pertanian, seperti dengan konsep ecoponik. Kemudian pencarian teknologi pertanian yang tepat guna dan efisien dengan konsep smart farming berbasis teknologi digital.
Selanjutnya aktif mencari dan menemukan makanan alternatif selain beras dan di saat yang bersamaan secara aktif dan serius terus menggugah kesadaran kolektif masyarakat melalui berbagai program penyuluhan, termasuk pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan produktif, serta optimalisasi pemanfaatan setiap jengkal tanah dalam program Tanahku makmur “, demikian jelas Dede menutup pembicaraan.