Foto, Dede Farham Aulawi, Komisioner Kompolnas RI.
Jakarta, SpiritNews. com.- Komisioner Kompolnas RI Dede Farham Aulawi, menuturkan bahwa berbicara sebuah organisasi pada umumnya orang akan fokus terhadap hasil (keluaran) atas bekerjanya sebuah organisasi.
Tentu tidak salah karena walau bagaimanapun berbicara organisasi pasti akan berbicara soal “outflow”, yaitu semua pengeluaran sumber daya yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Ketika bicara soal outflow, maka wajar jika organisasi akan menuntut “inflow”, yaitu seluruh masukan atau manfaat yang diperoleh atas optimalisasi outflow.
Inflow tidak selalu berbicara “uang” karena untuk organisasi yang sifatnya pelayanan publik, takaran kualitas inflow bukan di bidang materi, melainkan kepuasan publik atas jasa yang diberikan oleh sebuah organisasi sebagaimana yang tertuang dalam perundangan dan peraturan lain yang mengatur tentang tupoksinya.
Komisioner Kompolnas RI Dede Farhan Aulawi yang membidangi masalah SDM dan Teknologi ketika ditemui media di Jakarta, Senin (6/1) mengatakan bahwa ruang lingkup SDM itu sangat luas, mulai dari urusan rekruitmen sampai pensiunnya.
Bukan hanya soal kuantitatip, tetapi juga masalah – masalah kualitatif, yaitu yang berkaitan dengan pemenuhan kompetensi agar personil bisa bekerja secara profesional.
Profesionalitas ini tentu akan berhubungan dengan kepuasan publik dalam menerima pelayanan kepolisian, baik dalam harkamtibmas, penegakan hukum ataupun dalam memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. Variabel – variabel yang dihadapi sangat dinamis, karena strata penilai sangat heterogen.
Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa aktivitas bidang SDM di Kepolisian dimulai dari proses rekruitmen dan seleksi calon anggota polisi.
Proses persiapan dan pelaksanaannya tentu juga tidak mudah karena Indonesia merupakan negara yang sangat luas dan terdiri dari belasan ribu pulau. Di dalamnya tentu banyak perbedaan adat istiadat, bahasa, budaya, kemampuan, kesehatan, dan lain – lain.
Semua variabel input harus diseleksi dengan suatu sistem yang menjamin rasa keadilan, transparansi, kejujuran, dan lain – lain, Jadi harus membuat aturan dan kebijakan terlebih dahulu untuk mengaturnya.
Termasuk sosialisasi kepada publik agar diperoleh raw material dengan kualitas yang baik, dan masyarakat memahami proses seleksi di Polri tidak dipungut biaya apapun.
Tidak ada pungutan – pungutan, artinya masuk jadi polisi itu tidak pakai uang.
Semua dilakukan murni sesuai dengan kemampuan si calon, baik kemampuan akademik, fisik, kejiwaan, kesehatan, dan lain – lain.
Setelah terpilih melalui satu sistem seleksi yang Bersih, Transparan, Akuntabel dan Humanis (BETAH), masih ada proses berikutnya yaitu harus memikirkan bagaimana sistem pendidikan pembentukannya.
Artinya bagaimana membentuk si calon yang berasal dari masyarakat umum, untuk menjadi taruna kepolisian.
Bukan soal kecerdasan saja, tetapi juga menyangkut kedisiplinan, moralitas dan integritasnya. Bicara soal kurikulum, tenaga pendidik, sarana prasarana dan yang lainnya untuk memenuhi 8 standar pendidikan yang ditetapkan. Ujar Dede.
“ Selesai pendidikan dasar pembentukan akan dilanjutkan dengan penempatan. Baik penempatan kewilayahan, ataupun penempatan kesatuan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Artinya penempatan seorang anggota di kepolisian itu didasarkan atas kebutuhan organisasi, bukan atas keinginan dan kepentingan pribadi.
Jadi jangan berharap bisa memilih ingin penempatan di daerah A atau daerah B yang sesuai keinginan individu, tetapi Polri akan menempatkan personilya di seluruh wilayah Indonesia sesuai kebutuhan kehadiran Polri di setiap wilayah “, kata Dede.
Setelah penempatan tentu harus ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan, maka harus ada pendidkan kejuruan ataupun pendidikan pengembangan.
Kita tahu bahwa tantangan masa depan kepolisian ke depan itu semakin rumit dan berat, maka kualitas SDM Polri akan menjadi kata kunci untuk menjawabnya. Di sini pun sama, bicara masalah mekanisme seleksi, sistem dan kurikulum pendidikan, dan sebagainya.
Setelah selesai pendidikan tentu harus ada penempatan kembali. Bisa ditempatkan ke tempat asal satuannya, bisa juga dimutasikan atau dipromosikan ke tempat yang baru. Rotasi dan mutasi adalah hal yang biasa dalam rangka penyegaran, dan juga menambah pengalaman penugasan di tempat yang lain.
Hal ini tentu juga sangat penting, dan tentu semua itu juga dipengaruhi oleh kemampuan masing – masing individu, seperti kemahiran di bidang kepemimpinan, manajerial, teknis, komunikasi, dan lain – lain.
Termasuk menyiapkan seluruh dokumen yang berkaitan dengan uraian pekerjaan (job desc), kewenangan, tanggung jawab, penilaian, bimbingan, dan sebagainya.
“ Belum lagi bicara soal kemampuan membangun motivasi, baik motivasi untuk dirinya sendiri maupun motivasi untuk anggota dikesatuannya.
Di saat yang bersamaan ada kewajiban untuk membangun moralitas dan integritas, sebagai kata kunci yang akan berpengaruh terhadap pelayanan yang bebas dari korupsi sebagai konsep lahirnya zona integritas di kepolisian.
Kemampuan rentang kendali pimpinan terhadap semua anggotanya juga menjadi hal penting untuk diperhatikan karena menyangkut soal hubungan atasan bawahan yang mesti harmonis agar terwujud tim kerja yang solid “, ucap Dede.
Terakhir bicara soal gaji dan tunjungan lain yang bisa memberikan jaminan kesejahteraan bagi masa depannya, Sesuatu yag normatif jika orang bekerja akan mempertimbangkan penghasilan atau fasilitas lain yang diperoleh, agar ia bisa tenang dan fokus dalam bekerja.
Bayangkan jika kesejahteraannya kurang, maka fokus terhadap kerjaanpun boleh jadi akan berkurang juga.
Oleh karena itu, tidak henti – hentinya setiap organisasi harus berfikir keras untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.
“ Dan akhirnya akan bermuara pada sistem pembinaan karir, penilaian kinerja, dan kesejahteraan pasca purna bakti, itulah sedikit gambaran ruang lingkup tata kelola SDM di kepolisian.
Semakin banyak jumlah personlnya, tentu semakin berat juga beban tugas yang ada di pundak para pengemban fungsi SDM. Apalagi Indonesia ini, sumber SDM nya tersebar di seluruh wilayah, maka tata kelolanya pasti tidak mudah.
Tidak mudah bukan berarti pasrah menyerah kalah, melainkan kesempatan untuk menjawab tantangan sekaligus ladang pengabdian bagi institusi, nusa dan bangsa agar Indonesia yang unggul dan maju sebagaimana dicita – citakan bisa terwujud guna menjamin kesejahteraan bangsa yang lebih baik, adil dan merata “, pungkas Dede menutup pembicaraan. (*/Df).