Foto, Ilustrasi
Pengertian tentang tanah garapan bisa dilihat dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota tertanggal 28 Agustus 2003.
Dalam keputusan BPN tersebut disebutkan bahwa tanah garapan adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan sesuatu hak yang dikerjakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu tertentu.
Banyak diketahui umum, tanah garapan yang belum dilekati sesuatu hak atau bahkan yang sudah dilekati hak, dapat berpindah tanpa melalui prosedur yang lazim, perpindahan secara melawan hukum, misalnya: perampasan atau penguasaan tanah tanpa seizin pemilik tanah yang sah. Pemindahan hak secara paksa inilah yang sering menimbulkan sengketa-sengketa tanah yang akhirnya sampai ke pengadilan.
Dalam hal ini, status tanah garapan yang sudah dilekati dengan sesuatu hak, secara hukum akan tetap menjadi pemiliknya. Sedangkan tanah garapan yang belum dilekati hak di atasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria Tanggal 22 Agustus Tahun 1961 No.509/ka tentang penguasaan oleh pemerintah atas bagian-bagian tanah yang merupakan kelebihan dari luas maksimum, dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1961 tanggal 19 September 1961 tentang pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti rugi, bahwa para penggarap dapat diberikan izin menggarap dengan syarat tertentu.
Dalam kedua ketentuan tersebut di atas, jangka waktu berlakunya surat izin menggarap adalah dua tahun dihitung dari tanggal dikeluarkannya surat izin tersebut. Apabila setelah jangka waktu itu berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku kepadanya dapat diberikan hak atas tanah, apabila syarat-syarat untuk itu telah dipenuhinya. Hal ini mengurangi terjadinya sengketa atas tanah.