Foto Ilustrasi Lakalantas.
Masyarakat Pengendara bertanya tentang Laka lantas dan saya mau bertanya,kalau pada kasus laka lantas, patah kaki nonpermanen (bisa sembuh) termasuk luka berat atau tidak? Kemudian, kalau pihak korban (pengendara motor) pada saat kejadian tidak memakai helm, SIM, STNK, dan melawan arus, apakah dia bisa ditindak/dihukum karena pelanggarannya?
Inilah Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Menurut Pasal 229 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat tergolong kecelakaan lalu lintas berat.
Kemudian, di dalam Pasal 310 ayat [4] UU LLAJ diatur bahwa setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.
Yang dimaksud dengan luka berat dijelaskan di dalam penjelasan Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ yaitu luka yang mengakibatkan korban:
a. jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut;
b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan;
c. kehilangan salah satu pancaindra;
d. menderita cacat berat atau lumpuh;
e. terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;
f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau
g. luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30 (tiga puluh) hari
Pengertian luka berat dalam UU LLAJ ini tidak jauh berbeda dengan ketentuan Pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan, yang dimaksud luka ringan dijelaskan dalam penjelasan Pasal 229 ayat [3] UU LLAJ), sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan "luka ringan" adalah luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap di rumah sakit atau selain yang diklasifikasikan dalam luka berat.”
Jadi, luka patah kaki nonpermanen bisa digolongkan luka berat jika mengakibatkan korban mengalami kondisi sebagaimana diuraikan penjelasan Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ tersebut di atas. Sebaliknya, jika luka patah kaki nonpermanen itu mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap di rumah sakit atau selain yang diklasifikasikan dalam luka berat, maka tergolong luka ringan.
Ketentuan pidana untuk pengemudi yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan tidak diatur dalam UU LLAJ. Kecelakaan lalu lintas dengan luka ringan, baru dapat ditindak jika disertai dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (3) UU LLAJ, yang menyatakan:
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).”
Anda juga menanyakan apakah korban dalam kecelakaan lalu lintas yang melakukan pelanggaran ketentuan UU LLAJ juga bisa dihukum? Jawabnya adalah bisa. Melakukan penyidikan perkara terhadap kecelakaan lalu lintas merupakan kewajiban petugas Kepolisian (Pasal 227 huruf g UU LLAJ). Perkara Kecelakaan Lalu Lintas diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 230 UU LLAJ).
Ketentuan-ketentuan UU LLAJ yang dapat dikenakan kepada pengendara sepeda motor yang Anda sebutkan antara lain:
1. Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa STNK, diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000 (Pasal 288 ayat [1] UU LLAJ)
2. Mengemudikan kendaraan bermotor tetapi tidak dapat menunjukan SIM yang sah, diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000 (Pasal 288 ayat [2] UU LLAJ)
3. Mengemudikan sepeda motor tanpa memakai helm standar nasional Indonesia, diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250.000 (Pasal 291 ayat [1] UU LLAJ)
4. Mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250.000 (Pasal 287 ayat [3] UU LLAJ).
Inilah Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Menurut Pasal 229 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat tergolong kecelakaan lalu lintas berat.
Kemudian, di dalam Pasal 310 ayat [4] UU LLAJ diatur bahwa setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta.
Yang dimaksud dengan luka berat dijelaskan di dalam penjelasan Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ yaitu luka yang mengakibatkan korban:
a. jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut;
b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan;
c. kehilangan salah satu pancaindra;
d. menderita cacat berat atau lumpuh;
e. terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;
f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau
g. luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30 (tiga puluh) hari
Pengertian luka berat dalam UU LLAJ ini tidak jauh berbeda dengan ketentuan Pasal 90 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan, yang dimaksud luka ringan dijelaskan dalam penjelasan Pasal 229 ayat [3] UU LLAJ), sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan "luka ringan" adalah luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap di rumah sakit atau selain yang diklasifikasikan dalam luka berat.”
Jadi, luka patah kaki nonpermanen bisa digolongkan luka berat jika mengakibatkan korban mengalami kondisi sebagaimana diuraikan penjelasan Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ tersebut di atas. Sebaliknya, jika luka patah kaki nonpermanen itu mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap di rumah sakit atau selain yang diklasifikasikan dalam luka berat, maka tergolong luka ringan.
Ketentuan pidana untuk pengemudi yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan tidak diatur dalam UU LLAJ. Kecelakaan lalu lintas dengan luka ringan, baru dapat ditindak jika disertai dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (3) UU LLAJ, yang menyatakan:
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).”
Anda juga menanyakan apakah korban dalam kecelakaan lalu lintas yang melakukan pelanggaran ketentuan UU LLAJ juga bisa dihukum? Jawabnya adalah bisa. Melakukan penyidikan perkara terhadap kecelakaan lalu lintas merupakan kewajiban petugas Kepolisian (Pasal 227 huruf g UU LLAJ). Perkara Kecelakaan Lalu Lintas diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 230 UU LLAJ).
Ketentuan-ketentuan UU LLAJ yang dapat dikenakan kepada pengendara sepeda motor yang Anda sebutkan antara lain:
1. Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa STNK, diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000 (Pasal 288 ayat [1] UU LLAJ)
2. Mengemudikan kendaraan bermotor tetapi tidak dapat menunjukan SIM yang sah, diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000 (Pasal 288 ayat [2] UU LLAJ)
3. Mengemudikan sepeda motor tanpa memakai helm standar nasional Indonesia, diancam dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250.000 (Pasal 291 ayat [1] UU LLAJ)
4. Mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250.000 (Pasal 287 ayat [3] UU LLAJ).