-->

SPIRITNEWS BERITANYA: LUGAS, JUJUR DAN DAPAT DIPERCAYA

**** SPIRITNEWS "AYO KITA MEMILIH PEMIMPIN YANG PEDULI KEPENTINGAN RAKYAT DAN YANG MENGUTAMAKAN KEBUTUHAN RAKYAT , " ****
Aktualitas Arahan Presiden Jokowi : Masalah Perdata Jangan Dikriminalkan
Aktualitas Arahan Presiden Jokowi : Masalah Perdata Jangan Dikriminalkan

Aktualitas Arahan Presiden Jokowi : Masalah Perdata Jangan Dikriminalkan





Oleh : Gabriel Mahal SH.
              Advokat di Jakarta

Kejaksaan Agung Muda Tindak Pidana Khusus masih terus melakukan pemeriksaan pihak-pihak terkait penyidikan kasus Kontrak Build, Operate dan Transfer (BOT) antara PT. Hotel Indonesia Natoer (HIN) dengan PT. Grand Indonesia (GI).

Walaupun para pakar hukum telah mengatakan bahwa kasus ini merupakan murni perdata, tetapi pihak Jampidsus Kejagung masih terus saja melakukan proses penyidikan dengan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan Kontrak BOT tersebut.

Peringatan Presiden Diabaikan

Pada Upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-55 (22 Juli 2015) di Kejaksaan Agung RI, Presiden Jokowi memerintahkan aparat penegak hukum untuk aktif terlibat dalam pemberantasan korupsi. Namun, Presiden Jokowi mengingatkan agar penegakan hukum atas pemberantasan korupsi tidak menghambat program-program pembangunan bangsa.

Presiden Jokowi menyatakan: "Jangan sampai upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum membuat pelaku bisnis tidak berani berinovasi dalam investasi bagi pembangunan," Secara tegas juga disampaikan Presiden Jokowi agar Kejagung melakukan pembenahan integritas dan kompetensi jaksa, dan masalah perdata diselesaikan secara perdata, dan jangan dikriminalkan.

Hal yang sama disampaikan Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan Gubernur, Kapolda, dan Kejati se-Indonesia, dan para pengusaha di Istana Bogor, Senin (24/8/2015). Masalah perdata diselesaikan secara perdata, dan jangan dikriminalkan.

Jika merujuk kepada pendapat para pakar hukum tentang kasus HIN dan GI yang menyatakan bahwa masalah tersebut merupakan masalah perdata berdasarkan Kontrak BOT antara HIN dan GI, maka penyidikan yang dilakukan oleh Jampidsus dapat dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan arahan, peringatan dan perintah Presiden Jokowi.

Tindakan Jampidsus tersebut juga jelas-jelas dapat membuat pelaku bisnis tidak berani melakukan investasi bagi pembangunan dengan pola kerjasama Kontrak BOT, dan akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, ini merupakan suatu presedens buruk. Setiap hubugan hukum berdasarkan Kontrak BOT dapat dikriminalkan.

Actio Civilis

Menurut hukum, baik dari perspektif ilmu hukum maupun praktik hukum, hubungan hukum antara HIN dengan GI merupakan hubungan hukum perdata berdasarkan pada Kontrak BOT yang dibuat dan ditandatangani oleh HIN dan GI.

Segala tindakan/perbuatan berdasarkan pada Kontrak BOT tersebut merupakan actio civilis, yakni tindakan/perbuatan berdasarkan hukum perdata, dan bukan merupajan actio criminalis, yakni tindakan kejahatan berdasarkan hukum pidana.

Hubungan hukum berdasarkan Kontrak BOT tersebut berada dalam domain sistem hukum perdata, khusus hukum kontrak (lex contractus) sebagaimana diatur dalam hukum positif KUH Perdata, Bab II mulai dari Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351.

Karena Kontrak BOT tersebut berada di bawah domain sistem hukum kontrak (lex contractus), maka berlaku prinsip hukum "conventio vincit et dat legem" dan "ibi jus, ibi remedium" atau "lex semper dabit remedium". Prinsip hukum "convetio vincit et dat legem" berarti bahwa para pihak, yakni HIN dan GI, yang membuat dan menandatangi perjanjian yang memiliki kekuatan mengikat (beginzel dercontract vrijheid) tersebut menentukan hukum yang berlaku bagi dirinya.

Ini sesuai asas kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata , dan asas pacta sunt servanda, yakni perjanjian berlaku sebagai undang-undang, yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Prinsip hukum "ibi jus, ibi remedium" berarti dimana ada hukum, pasti ada cara penyelesaiannya apabila ada penyimpangan hukum itu.  Lex semper dabit remedium. Hukum selalu menyediakan cara mengatasi penyimpangan dari hukum itu.

Berdasarkan prinsip hukum universal ini, jika terjadi penyimpangan pelaksanaan Kontrak BOT yang merupakan undang-undang bagi HIN dan GI, maka dalam perjanjian yang merupakan hukum itu telah tersedia pula mekanisme penyelesaiannya sesuai dengan sistem hukum kontrak (lex contractus).

Misalkan, GI melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan Kontrak BOT dengan membangun gedung yang tidak ada dalam perjanjian, maka HIN dapat memberikan Surat Peringatan (Somasi) kepada GI sampai dengan mengajukan gugatan pembatalan perjanjian.

Tindakan HIN terhadap GI tersebut tetap harus merupakan actio civilis – tindakan perdata – karena hubungan hukum tersebut berdasarkan pada Kontrak BOT yang berada domain sistem hukum perdata, yakni hukum perjanjian (lex contractus).  Tidak bisa dilakukan oleh pihak lain, apalagi dilakukan melalui actio criminalis seperti yang dilakukan oleh pihak Jampidsus.

Legis Essentia

Salah satu hal penting dalam Negara Hukum dan penegakan hukum yang profesional dan kompetentif sebagaimana dihimbau oleh Presiden Jokowi adalah tertib sistem hukum. Dalam bahasanya Presiden Jokowi, "perdata diselesaikan secara perdata, jangan dikriminalkan". Jika penegakan hukum mengabaikan tertib sistem hukum, maka akan terjadi kekacauan sistem hukum dan merusak tatanan Negara Hukum.

Maka, di dalam hukum dikenal asas universal "obedentia est legis essentia".  Artinya, ketaatan merupakan esensi dari hukum itu. Ketaatan itu harus dimulai dari penegak hukum itu sendiri. Para penegak hukum harus taat pada sistem hukum, asas-asas hukum. Para penegak hukum harus taat dan menghormati perjanjian para pihak yang berdasarkan dan sesuai dengan sistem hukum perjanjian (lex contractus). Wujud nyata dari ketaatan tersebut salah satunya adalah tidak mengkriminalkan suatu hubungan hukum perdata.

Tidak adanya ketaatan tersebut tidak hanya menyebabkan "malicious prosecution", tetapi juga dapat menyebabkan buruknya penegakan hukum di Indonesia, dan dapat menghancurkan sistem hukum itu sendiri, serta menyebabkan hukum menjadi faktor yang menghambat investasi dan pembangunan menuju terwujudnya masyarakat adil, makmur, sejahtera.(*),dikutip dari detiknews.

Baca juga:

Admin
Fusce justo lacus, sagittis vel enim vitae, euismod adipiscing ligula. Maecenas cursus gravida quam a auctor. Etiam vestibulum nulla id diam consectetur condimentum.