Foto, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama wawancara
wartawan seusai peresmian ruang publik terpadu
ramah anak (RPTRA)
Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Kamis
(24/3/2016).
SpiritNews.com.-Analis kebohongan, Handoko
Gani, di rubrik kolom kompas.com, Rabu (13/4/2016), menanggapi tudingan
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang menyebut BPK
"ngaco" dan kemudian dijawab BPK.
Handoko Gani juga anggota tim ahli kepolisian untuk kasus kriminal tertentu, trainer korporasi dan pemerintahan, termasuk KPK.
Handoko Gani juga anggota tim ahli kepolisian untuk kasus kriminal tertentu, trainer korporasi dan pemerintahan, termasuk KPK.
Akhir akhir
ini, berita tentang diperiksanya Pak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam
kasus Sumber Waras adalah berita paling dicari-cari. Setelah 12 jam diperiksa,
ada statement Ahok yang menarik: "BPK menyembunyikan
kebenaran". Saya tertarik membahas statement ini.
Banyak orang
asal ngomong tentang jujur dan bohong, tanpa tahu definisi-nya sama sekali.
Makin lucu ketika kemudian muncul labelling pada seseorang sebagai Pembohong.
Riset
membuktikan bahwa manusia telah berbohong sejak usia 2 tahun (Fritz dan Hala,
1989). Dan setiap hari, dalam salah satu dari 4 interaksi sosial, kita
berbohong kepada 3 dari 10 orang yang kita temui (DePaulo,Kashy et al, 1996).
Lebih celaka
lagi, setidaknya dalam 10 menit percakapan,78% berbohong sebanyak 2-3 kali
(Tyler et al, 2006).
Kita seenaknya
melabel orang lain sebagai Pembohong padahal kita tidak bisa membuktikan jumlah
kebohongan kita lebih sedikit dari orang yang kita label.
Bohong adalah
sebuah aksi tanpa pemberitahuan sebelumnya yang bertujuan untuk mengubah
pendirian seseorang agar percaya (Paul Ekman, 2007).
Kebohongan itu bisa dilakukan dengan cara menciptakan 100% info/data/fakta rekayasa atau hanya sekian persen.
Kebohongan
juga bisa dilakukan dengan menyembunyikan info/data/fakta tertentu,
menganggapnya "tidak ada", tidak memberitahukannya. Dan Bohong juga
bisa dilakukan dengan cara melebih-lebihkan atau justru merendahkan
info/data/fakta tertentu saja.
Statement Pak
Ahok tentang BPK
kemarin sungguh menarik: "BPK menyembunyikan kebenaran", setelah
sebelumnya menyebutkan "Audit BPK kacau"
dimana akhirnya dibalas Pak Harry Azhar Azis, Ketua BPK dengan
pernyataan "Kalau ngaco, silakan saja diadukan ke pengadilan".
Statement Pak
Ahok "sembunyikan kebenaran" ini identik dengan definisi Bohong di
atas. Dengan kata lain, secara tak langsung, Pak Ahok mengatakan bahwa BPK melakukan
kebohongan dengan menyembunyikan kebenaran.
Bila kita
memahami makna statement tersebut, kita pasti tak sabar menantikan akhir dari
kasus Sumber Waras ini.
Bila Pak Ahok
memang merugikan negara, maka seperti kasus-kasus lainnya, dia bisa dihukum
dengan penjara atau ganti uang negara dan sebagainya.
Namun bila KPK
membuktikan Pak Ahok berkata dan berbuat benar, maka Audit BPK benar
"ngaco".
Yang artinya
adalah KPK mungkin berbalik mengecek BPK. Dan bukan
tidak mungkin, meragukan kredibelitas audit-audit lainnya yang dilakukan BPK.
Kasus
yang menarik, bukan?
Mari
menantikan kebenaran diungkap sembari bersikap: Janganlah sembarang menuduh
"KPK bisa dibeli Ahok", bila KPK menyatakan Pak Ahok tidak bersalah.
Atau, memuji-muji KPK bila Pak Ahok dinyatakan bersalah.
KPK tetap
punya integritas dan kualitas kompetensi yang tinggi, apapun hasil pemeriksaan
pada Pak Ahok.
Diperiksa
KPK
Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menuding
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyembunyikan data sesungguhnya, mengenai
pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Yang
pasti saya bilang BPK menyembunyikan data kebenaran. BPK
minta kami melakukan sesuatu yang enggak bisa kami lakukan," tegas Ahok di
Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016).
"BPK
minta batalkan transaksi beli rumah sakit. Mana bisa?" lanjut Ahok. Ahok
mengatakan itu usai diperiksa selama 12 jam oleh penyidik KPK.
Menurut Ahok,
jika hal itu akan dilakukan oleh BPK,
maka harus ada pembelian balik, dengan harga yang baru atas lahan di kawasan
Sumber Waras.
"Tapi mau
enggak Sumber Waras pakai harga baru? Kalau dijual pakai harga yang lama,
negara sama saja rugi," kata Ahok.
Pembelian
lahan rumah sakit Sumber Waras diduga telah merugikan negara Rp 191 miliar.
Berdasarkan
kronologi yang dibuat BPK, masalah bermula ketika pada 6 Juni 2014,
Plt Gubernur yang saat itu dijabat Basuki T Purnama alias Ahok berminat membeli
sebagian lahan seluas 3,6 hektare milik RS Sumber Waras, untuk dijadikan rumah
sakit jantung dan kanker.
Pembelian
lahan dilakukan karena menurut Ahok kala itu, keberadaan rumah sakit untuk
pasien sakit jantung dan kanker sangat diperlukan, karena kondisi pasien rumah
sakit yang ada kian membeludak.
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) menepis tudingan Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama yang menyebut
mereka tidak menyampaikan data yang benar dalam audit terkait pembelian lahan
Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI pada tahun 2014.
"Data
yang kami terima kan data dari Pemprov DKI. Fakta yang kami temukan adalah fakta
yg terjadi dalam proses pembelian lahan tersebut. Seperti dokumen-dokumen dan
sebagainya," kata Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan
Pengembangan Keuangan Negara BPK RI Bachtiar Arif di kantornya, Rabu (13/4/2016).
BPK sudah
menyatakan terjadi indikasi kerugian daerah dalam pembelian lahan Rumah Sakit
Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI. Hal itu mereka cantumkan dalam
laporan hasil pemeriksaan (LHP) keuangan Pemprov DKI 2014.
"Kaitan
dengan yang disampaikan dengan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov
DKI 2014 ini ada rekomendasi kepada gubernur," ujar Bachtiar.
Sebelumnya,
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menuding BPK tidak
menyampaikan data yang benar dalam audit mereka terkait pembelian lahan Rumah
Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI pada tahun 2014.
"Yang
pasti saya kira BPK
menyembunyikan kebenaran," kata Ahok usai dimintai keterangan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) selama hampir 12 jam pada Selasa (12/4/2016).(*).Sumber berita TribunBisnis