Foto
Bendungan Benanga
Spiritnews.com.- Proses sidang
korupsi bantuan sosial (bansos) Benanga akhirnya menghadirkan Sekretaris Kota
(Sekkot) Samarinda Zulfakar Noor Madjid sebagai saksi,turut hadir pula,mantan
Sekkot Samarinda Fadly Illa, juga sebagai saksi.
Sementara Fadly
yang sebelumnya dikabarkan sedang sakit itu,akhirnya mampu menjawab seluruh
pertanyaan dengan lugas,dia datang dengan setelan batik lengan pendek,celana
krem,dan sepatu kets hitam,terang dia dalam persoalan itu,dirinya tak masuk
dalam persoalan teknis.
Lanjutnya menyebutkan,mekanisme sudah berjalan.Ada laporan teknis dari bawahannya, selain itu,menurut
sekkot,ada kewajiban untuk melaporkan ke hal serupa kepada dirinya.
Sambungnya
mengatakan laporan tersebut,dijelaskan bahwa bisa berupa tertulis maupun
sekadar lisan,"Tapi kebanyakan lisan saja," terang dia.
Fadly
menyatakan,santunan itu sifatnya pemberian,dalam kasus tersebut,dia mengaku
tidak sebagai sekkot lagi. Memang, mestinya mengenai hal tersebut ada laporan
pertanggungjawaban (LPj).
Dia juga
menjelaskan bahwa "Benanga itu aset pemprov.Sudah lama sekali. Makanya
ganti rugi diturunkan pemprov,Pemkot melaksanakan,Audit BPK setiap tahun saya menerima," jelasnya.
Zulfakar
yang menjadi pengguna anggaran (PA) kala itu menerangkan, ada berkas telaah
yang masuk di meja kerjanya.
Diakui bahwa
langsung membaca proposalnya,Saya masih baru waktu itu.Saya tanda tangani
telaahnya dengan catatan harus sesuai peruntukannya. Lalu, saya tidak dilapori
lagi,baik lisan maupun dokumen," jelas dia di hadapan majelis hakim diketuai
Maskur.
Dia berucap,
bendungan memang milik pemprov. Karena ada perluasan, maka diganti rugi,
kemudian jadi santunan,kalau sudah diganti rugi kata dia,seharusnya jadi
milik pemerintah.
Tapi, Kasi
Pidsus Kejari Samarinda yang menjadi jaksa penuntut umum dalam sidang itu,
Abdul Muis Ali mengatakan, pelepasan hak itu belum ada serah terima. Berarti
belum jadi aset pemerintah.
Muis lalu
bertanya,apakah Zulfakar menerima hasil audit BPK ? Zulfakar menyebut mendapat
laporan audit keuangan itu. Lantas apa tindakan Zulfakar terhadap temuan BPK?
"Kami langsung koordinasi dengan dinas terkait,bikin program tindak
lanjut," jawab Zulfakar yang mengenakan pakaian dinas pemkot berwarna
khaki itu.
Dalam sidang
sebelumnya, turut diperiksa Ridwan Tassa,asisten Bidang Kesra Sekkot
Samarinda,dan Yulijar Nur,mantan sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah (BPKAD) Samarinda yang kini menjabat Kabag Penatausahaan Ruangan Pemkot.
Poster
Sitorus,hakim anggota pada sidang pekan lalu, menegaskan setelah “ribut” soal
hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) barulah muncul LPj itu.
“Ada oknum
pemkot yang menjaminkan Abbas (sudah divonis tujuh tahun,Red), makanya Abbas
rela pasang badan,”tandas hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Samarinda itu.
Kejadian
bermula ketika pemkot mencairkan dana Rp 1,8 miliar pada Desember 2011 untuk
Kelompok Tani Beringin.Dana itu masuk ke kantong pribadi pengurus kelompok
tani tersebut. Dana segar itu dibagi empat.
Johansyah
selaku ketua kelompok tani menerima Rp 400 juta. Abidinsyah mendapat Rp 200
juta dan Abbas mengambil Rp 1,2 miliar,lantas dibagi kepada Naiem Rp 400
juta.
Sejauh ini,
kejaksaan menjerat dua orang dan diajukan terpisah di persidangan, yakni Abbas
dan Johansyah.Abbas diketahui telah divonis tujuh tahun penjara dalam kasus
itu.(*).Sumber Berita
Infokorupsi/kaltimpos.co.id.