Spirit News.Com.-
Sulistyo Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI),
mengatakan pemerintah dan pemerintah daerah,dinilai gagal melaksanakan amanah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun2015 tentang Guru dan Dosen (UUGD).
Sementara menurut
Sulistyo banyak pasal yang sangat penting tidak dapat dilaksanakan dengan
baik,terutama dalam mewujudkan guru yang profesional,yang sejahtera, dan
terlindungi.
Lanjut diungkapkan
bahwa dalam rangka mewujudkan guru profesional, seharusnya paling lambat
sepuluh tahun sejak UUGD tersebut disahkan (tahun 2015) guru sudah harus
berkualifikasi pendidikan S1 atau D 4 dan telah bersertifikat pendidik (Pasal
82 ayat (2), katanya kepada Awak Media di Jakarta,Pada Hari Jumat Tanggal
19/6/2015.
Namun faktanya,
sampai sekarang masih ada sekitar 40 persen guru kualifikasi pendidikannya
belum S1 atau D4 dan masih sekitar 45 persen guru belum bersertifikat
pendidik. Sehingga peserta didik berpotensi mendapat layanan yang tidak adil
dari kondisi guru yang sangat heterogen.
Sambung dikatakan
bahwa selain itu guru juga merasa diperlakukan diskriminatif,karena kualifikasi
pendidikan maupun sertifikasi (yang harus dibiayai pemerintah dan atau
pemerintah daerah),berimplikasi juga pada diterimanya tunjangan profesi.
Pendidikan dan pelatihan guru pun tidak jelas dan tidak merata.
Lebih lanjut
dijelaskan bahwa dari tahun 2013 lalu,sudah ada pelatihan guru massal yang
dilaksanakan dalam kaitan pelaksanaan kurikulum 2013, bukan didesain untuk
peningkatan kompetensi guru,serta masih banyak guru yang belum pernah
memperoleh pendidikn dan pelatihan tersebut.
Diungkapkan bahwa
saat ini malah kebijakan Kemdikbud semakin tidak jelas. Tidak ada tanda-tanda
amanat itu diselesaikan,rencananya saja tidak jelas, apa lagi pelaksanaannya,
ungkap Senator asal Jawa Tengah ini.
Selain persoalan
tersebut, tambahnya, kesejahteraan guru juga belum terpenuhi sebagaimana amanat
UUGD bahwa Guru seharusnya memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimal dan memperoleh jaminan
kesejahteraan sosial.
Dan nyatanya masih
banyak guru yang bekerja penuh waktu dengan prestasi dan dedikasi yang tinggi
tapi berpenghasilan sekitar Rp 250 ribu per bulan.
Dia menambahkan
bahwa sungguhnya tidak manusiawi bahkan dholim. Guru-guru itu mestinya berhak
memperoleh penghasilan sesuai peraturan perundang-undangan tetapi nyatanya
aturanya saja tidak dibuat. Bagimana mutu pendidikan bisa beranjak naik.
Mendikbud pernah mengatakan guru (honorer) akan memperoleh penghasilan minimal.
Tetapi itu juga baru omong doang," tandasnya. (*)
Sumber Berita jpnn.com.