SPIRIT
News.com.- Konflik
Partai Golkar bisa berdampak buruk bagi masa depan partai itu. Partai
yang di era Orde Baru sangat berkuasa dan nyaris tidak memiliki konflik seperti
saat ini,terancam tidak bisa ikut pilkada yang tahapannya dimulai Juli tahun
ini.
Munculnya dua kubu yakni
Partai Golkar versi Munas Bali dan Partai Golkar versi Munas Ancol,
Jakarta, membuat partai berlambang pohon beringin itu menjadi seperti tidak
berdaya.
Saling klaim di antara kedua
kubu mewarnai pemberitaan media selama ini.Terkait hal itu, Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DPP),Jimly Asshiddiqie mengatakan,kalau
konflik belum selesai, salah satu kubu atau dua bisa menjadi korban.
Sementara “Bisa dua tak bisa
ikut pilkada atau salah satu. Tetapi mending dua-duanya tidak ikut pilkada,”
katanya.
Hal itu dikatakan Jimly
karena kedua kubu yakni Aburizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono (AL) memilih
menyelesaikan konflik di pengadilan. Padahal lebih bermartabat kalau keduanya
menuntaskan konflik di internal partai.
Karena itu, lanjut
Jimly, biarlah orang yang berkonflik menikmati konfliknya dan
melampiaskan semua urat nadi kekuasaan.
“Jangan ganggu mereka,biarkan
mereka menikmati konfliknya, melampiaskan seluruh urat nadi kekuasaan menurut
persepsi diri mereka sendiri,” katanya.
Klaim AL
Sebelumnya, Ketua DPP Partai
Golkar , Agun Sunandjar Sudarsa mengatakan, Partai Golkar di bawah
kepemimpinan Agung Laksono (AL) sebagai Ketua Umum dan Zainudin Amali sebagai
Sekjen yang berhal dan sudah pasti ikut pilkada serentak pada akhir 2015 ini.
“Golkar AL sudah diakui oleh
pemerintah berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM (
Kemenkumham) tanggal 23 Maret 2014,” kata Ketua DPP Partai Golkar,Agun
Sunandjar Sudarsa kepada SP di Jakarta, Sabtu (18/4).
Dijelaskan,putusan sela
ataupun proses persidangan di PTUN tidak bisa membatalkan SK Kemenkumham,Karena
itu, sampai didapatkannya keputusan tetap, SK Kemenkumham tetap efektif
berlaku.
Landasan hukumnya ada yakni
Ketentuan Pasal 67 Ayat (1) UU PTUN, bahwa gugatan tidak menghalangi /menunda
pelaksanaan SK Kemenkumham.
“Bahkan lebih jauh lagi
sesungguhnya PTUN tidak memiliki kewenangan menangani pokok perkara perselisihan
kepengurusan parpol,karena itu kewenangan absolut Mahkamah Partai sesuai Pasal
32 Ayat (5) UU No 2 Tahun 2001 tentang perubahan UU No 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik, yang bersifat final dan mengikat,” kata Agun. SP.(*).