Spirit
Makassar.Com.- Ilham Arief Sirajuddin,mantan wali Kota Makassar, Sulawesi
Selatan,memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Tinggi Sulsel untuk diperiksa sebagai
saksi kasus dugaan pengalihan aset milik pemerintah kota yang dikuasai oleh
pihak swasta dengan jangka waktu 30 tahun.
Dikatakannya
Ilham “Saya memang menunggu waktu ini untuk menjelaskan perkara yang sebenarnya
diusut oleh kejaksaan dan ini tidak baik berlarut-larut karena berpengaruh
terhadap pihak swasta yang mengelola lahan milik pemerintah,”katanya nya di
Makassar belum lama ini.
Sementara
menurut penjelasan Ilham,tentang lahan
yang sekarang di permasalahkan di wilayah Parangloe,Kecamatan Biringkanaya,itu
merupakan salah satu aset dari sekian banyak yang dimiliki pemerintah kota
jelas Ilham.
Lanjut Ilham
mengaku,sebelum dirinya menjabat sebagai Wali Kota Makassar periode 2004-2009,
lahan seluas empat hektare itu sudah dikelola oleh pihak swasta dengan
pemerintah membangun enam gudang.
Sambung
diungkapkan bahwa Keenam gudang itu digunakan untuk menyimpan pupuk yang selama
bertahun-tahun menimbulkan efek pada gudangnya. Pupuk itu membuat kropos
sejumlah bagian-bagian gudang yang terbuat dari besi serta perangkat
elektroniknya.
Lebih lanjut
dijelaskan kalau soal lahan tersebut,sejak dirinya menjabat wali kota, dia
kemudian memperbaharui kontrak itu pada tahun 2006 dan berhasil mengajak
pengusaha PT Pelitagro untuk mengelola lahan seluas 15 hektare tersebut.
Namun sebelum
saya jadi wali kota itu bangunan rusak karena ditempati menyimpang pupuk.
Dikatakan
bahwa saat jadi wali kota,saya kemudian mengajak pengusaha lainnya
mengembangkannya,rencana awal itu kita ingin jadikan sebagai gudang komoditi
dengan memperluas membangun gudangnya,katanya.
Di tahun itu
pula, dibuatlah kerja sama dengan PT Pelitagro dengan kerja sama “Bangun Guna
Serah” yang artinya membangun kawasan untuk digunakan sampai pada batas waktu
diserakan kepada pemerintah.
“Jadi para
pengusaha itu hanya mendapatkan HPL (Hak Pengelolaan Lahan) yang kemudian ini
bisa dipecah dan diterbitkan HGU (Hak Guna Usaha). Tetapi yang perlu diingat,
masa kontrak selama 30 tahun harus kembali itu lahan ke pemerintah dan
sertifikatnya dikuasai oleh Pemkot, tidak pernah keluar. HGU itu bisa digunakan
investor untuk modal pinjaman kepada perbankan, tetapi ingat tidak bisa
diperjualbelikan lahannya,” jelasnya.
Dari kontrak
kerja sama yang dilakukannya itu, pihak pemerintah kota sudah bisa mendapatkan
kontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp700 juta pertahunnya
dan angka ini akan terus bertambah tiap tahunnya sesuai dengan kontrak karyanya.
Ilham
mengaku, salah satu alasan dari kerja sama pengelolaan aset ini supaya
memudahkan pemerintah dalam mendata asetnya yang masih berbentuk rawa-rawa
serta mengantisipasinya agar tidak diserobot oleh warga sekitar, apalagi sudah
adanya penyerobotan.
“Jadi ini
salah satu alasannya juga kita kerjasamakan untuk menghindari penyerobotan
tanah oleh warga. Kan memang awalnya itu hanya rawa-rawa dan takutnya
jika sudah ditimbuni sudah ada warga yang mengklaimnya,” terangnya.
Sebelumnya,
Pengacara PT Pelitagro Mustika Karya, Faisal Ibnu Samad membantah jika kliennya
tidak pernah melakukan penjualan aset milik Pemerintah Kota Makassar yang
sekarang dikuasai hingga 30 tahun itu.
“Tidak benar
ada penjualan aset disana, yang ada itu adalah mengalihkan hak penggunausahaan
atas satuan-satuan gudang, kios, lods dan toko,” ujarnya didampingi Direktur
Utama PT Pelitagro, Mustapa.
Ia
mengatakan, pengelola terminal kargo milik pemkot yang terletak di Parangloe,
Makassar tidak berani melakukan penjualan lahan karena sertifikatnya masih
dikuasai oleh pemerintah kota.
Namun yang
di jual oleh pihak perusahaan hanya menjual Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak
Pengelolaan Lahan (HPL). Hal tersebut sudah sesuai dengan perjanjian dengan
pihak Pemkot dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 Tentang
Pengelolaan Aset Daerah.
“Perlu
dipahami, bahwa yang di jual itu HGB, bukan aset. HGB ini bisa di jual pada
user atau pengguna, selama masih ada masa kontraknya antara pengelola dengan
pemerintah kota. Jika masa kontrak 30 tahun berakhir, maka HGB itu kalau tidak
diperbaharui akan kembali ke pemerintah,” katanya.
Dia
menyebutkan, dalam waktu 30 tahun pihak perusahaan akan menguasai lahan
tersebut terhitung sejak tahun 2006. Dan jika waktu 30 tahun tersebut sudah
habis masa kontraknya dan HGB tidak diperpanjang oleh perusahaan maka pemkot
berhak untuk mengambil lahan tersebut.
“Ya,
sekarang yang berkembang itu PT Pelitagro menjual lahan aset Pemkot. Kami tidak
pernah menjual aset lahan kota. Sertifikatnya masih ada sama pemerintah. Kita
tidak pernah melanggar Permendagri. Selama 30 tahun tanah itu akan dikemblikan.
HGB itu legal. Bangunan itu hanya berlaku 30 tahun saja. Kalau tidak
diperpanjang HGB-nya akan dikembalikan ke pemerintah,” sebutnya.
Menurut
Mustapa, luas lahan yang dikerjasamakan Pemkot Makassar dengan PT Pelitagro itu
seluas 15 hektare (ha) dan sampai saat ini sudah ada sekitar 10 hektare yang
sudah diberdayakan, sisanya hanya lima hektare.(red).